Mengingat perkara kematian
maka sejatinya mati itu pasti akan datang menjelang. Entah berapa puluh tahun
lagi, berapa bulan lagi, berapa jam lagi atau setelah menyelesaikan tulisan ini
saya tetiba sudah mati bahkan ketika
belum sempat menyelesaikannya saya sudah mati. Siapa yang tahu?
Mati adalah suatu kerinduan
bagi jiwa – jiwa yang senantiasa mempersiapkan segalanya dengan matang dan
baik. Ya, adakalanya mati itu bisa dibilang seperti ujian pendadaran untuk memperoleh gelar
sarjana. Siapa yang mempersiapkan dengan baik tidak akan merasa takut, tidak
merasa khawatir kapan ujian pendadaran itu akan datang. Karena dia sudah SIAP.
Mati juga adakalanya seperti pretest yang diadakan dosen di awal kuliah. Siapa
yang malamnya terlebih dahulu sudah belajar, maka dia akan bisa melalui ujian itu
dengan santai dan percaya diri.
Beda pasal saat kita
menghadapi kematian. Jika ujian – ujian di dunia banyak yang menghasilkan nilai
– nilai prestasif yang dibuat oleh manusia, maka mati sama sekali tidak. Mati mutlak
ditentukan oleh Allah kepada si cantik, si tampan, si kaya, si miskin, si
cerdas ber IPK 4, semuanya. Semua pasti mendapat giliran itu. Tinggal menunggu
waktu, siapa yang terlebih dulu melaju.
Yang tua tidak akan bisa menjadi patokan bahwa yang tua yang akan terlebih
dahulu mati. Tidak, tidak sama sekali. Kita mengantri, seperti orang yang
mengantri pada kasir. Tidak peduli tua muda, semuua sama dalam antrian.
Jangan dikira saat ini badan
kita bugar, sehat dan kesuksesan yang semakin meroket membuat mati kita semakin
menjauh. Berfikir “nanti saya mati dikala usia senja, tertidur abadi di atas
ranjang empuk disertai senyuman” itu hanya ada dalam dunia dongeng. Nyatanya
Rasulullah yang sudah terjamin surga saja masih bisa merasakan rasa sakit.
Sakit yang teramat saat nyawa mulai terangkat. Jangan dikira saat umur kita
masih muda belia, kuat bisa berlari sejauh yang kita mau maka mati akan
menghindari umur muda kita. Sepatutnya kita berkaca pada anak – anak yang tak
berdosa, yang belum tahu hakikat hidup sebenarnya. Yang mereka tahu Islam
adalahh kemuliaannya. Iya, anak – anak kecil Palestina yang sudah berjuang
sedemikian rupa. Sepatutnya kita mengambil pelajaran terhadap tokoh – tokoh yang
tersiarr di TV banyak dari mereka yang masih muda, sehat bugar kemudian tetiba
mati. Sesungguhnya tindak – tanduk kita hanyalah butir – butir debu yang
terhempas jika tanpa ada daya dari Allah Sang Maha Penentu. Semesta ini selalu
mengajarkan...
Betapa kematian adalah sesosok
waktu yang paling dekat dengan kita. Tak pandang kita ada di kampus, di rumah,
di pasar bahkan di masjid sekalipun dia setia membersamai kita. Tak pandang
hari, tak pandang minggu, tak pandang bulan bahkan dalam cacahan per mikro
sekonnya dia membersamai kita. Tak peduli kita akan berakhir dalam keadaan apa,
bersama siapa, dimana dan bagaimana prosesnya. Sayangnya betapa sering kita
mengabaikan, menganggapnya jauuuuuh bahkan dalam hitungan hari kita mudah
sekali untuk melupa.
Sementara 24 jam kita sama,
bumi kita masih sama – sama berotasi
sama sama masih mengelilingi matahari. Tapi kenapa pada babak akhir akan
ada yang syahid dan ada yang tidak. Ah, bukankah Allah adalah sebaik – baik penentu?
Tugas kita hanyalah berusaha, berupaya dan berdoa.
Mati itu pasti.. Sudah
seberapa beratkah bekal ini?
Semoga kita bisa
mempersembahhkan akhir yyang terbaik..
Astaghfirullah..
laailaaha illa anta subhanaka inni kuntu minazhaalimiin..
:.
Teruntuk saudari seimanku tersayang, betapa aku ingin segera pergi kesana untuk
menghapus air matamu. Merengkuhmu. Semoga beliau ditempatkan pada tempat yang
terbaik disisi Allah.. Sabar ya...
sumber gambar dari sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar