CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Selasa, 27 Agustus 2013

Perkara Salah Jurusan #1


Guru BK saya di SMA mengatakan bahwa :
“Lulus dari SMA, adalah gerbang pertama kalian untuk mencapai cita – cita kalian.” Kira – kira begitulah yan disampaikan Bu Subiyati guru Bimbingan Konseling di SMA saya. Jazakillah khair ibu atas segala bimbingan dan kesabaran yang telah ibu curahkan kepada kami, juga terimakasih kepada wali kelas saya di XII IPA 2 ibu Linda Fandayani atas kesabaran dan ketelatenannya, jazakillah ibu.. :)

Memang benar, bahwa langkah berat itu mulai terasa saat harus memutuskan langkah setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas. Melihat semuanya semakin dispesifikan dari Universitas, fakultas jurusan sampai dengan program studi. Semua tentu akan bermuara pada langkah yang akan menjembatani cita – cita kita. Cita – cita idealis seorang anak SMA : guru, dosen, dokter, insinyur dan lain – lain sederet profesi PNS lainnya.

Saya sudah pernah merasakan masa – masa itu, masa – masa yang sangat sensitive. Bisa dibilang persaingan, idealisme, keinginan dan harapan. Melihat teman sebangku sudah diterima di universitas yang diinginkan, melihat tetangga kelas bergembira diterima di jurusan yang diminatinya, melihat melihat melihat. Ah, kapan giliran saya? Beban dipundak terasa berat. Kita masih terkatung – katung dengan idealisme PTN, jurusan favorit dan atribut alinnya yang sebenarnya telah membuat was – was dengan ketidak nyamanan.
Disitulah lingkunan mulai bermain peran. Seolah – olah kita dipksa harus satu frame dengan mereka.
“Bahwa yang keren adalah yang Peruruan Tinggi Negeri yang terkenal.”

“Bahwa yang kece adalah program studi yang ketat peminatnya, semakin ketat semakin cemerlang masa depannya.”

Hey, apakah kita lupa akan sekeping hati yang perlu didengarkan kejujurannya? Sebenarnya apa yang hendak kita cari? Popularitas kampuskah? Dapat gengsi karena masuk jurusan favorit kah? Ah, jangan jangan kita belum bangun dari tidur, hingga kita tidak sadar bahwa yang membuat besar nama mereka bukanlah kita. Bukan karena kita universitas itu menjadi yang terbaik di sini, bukan karena kita pula-lah program studi itu menjadi yang terfavorit. Ingat, ada pendahulu – pendahulu kita yang sudah membesarkan.

Bukan, bukan maksud saya untuk tidak memilih kampus yang ternama ataupun jurusan favorite. Saya hanya ingin kembali meluruskan apa yang dulu saya rasakan, tentang frame cara pandang yang tercipta seperti itu. Banyak dari kita yang memaksakan kehendak. Kehendak untuk nebeng populer, sembunyi di balik nama besar almamater. Padahal hati kita masih terganjal dengan sebongkah rasa ketidak-sreg-an dalam menjalani. Kita terlalu ambil pusing akan celoteh orang – orang.

Suatu ketika, saya diceritakan sebuah peristiwa dari kakak saya yang seorang guru di sebuah SMP Negeri. Hari itu ada seorang alumni SMP tersebut yang bersilaturahmi kepada guru – guru disekolah.
“Sekarang kuliah dimana? Ambil jurusan apa?” seorang guru melontarkan pertanyaan kepada alumni tersebut.
Kemudian alumni itu menjawab bahwa dia masuk salah satu jurusan (tidak saya sebutkan) di sebuah PTN.
Dan seusai menjawab, guru tadi kembali menimpali :
“Ah kalau ambil jurusan itu mau jadi apa nanti kalau mau kerja?”

Gubraaaakkkk, ini omongan seorang pendidik atau bukan, ya? Hmm.. inilah pola pandang yang banyak digunakan orang – orang. Mematok dengan standar sendiri dan seenak jidat bahwa yang bagus adalah A, yang jelek adalah B, yang cerah adalah C, yang suram adalah E. Lupa ya? kalau sebuah universitas membuka sebuah prodi (program studi) pasti sudah dipikirkan masak – masak, apa gunanya apa prospeknya dlsb. Tapi sayangnya, lingkungan dengan gampang membuat kontroversi dalam hati – hati manusia yang sedang mengalaminya.

Itulah jebakan – jebakan permainan lingkungan yang akibatnya kita abai dengan sekeping hati yang kita miliki, abai dengn kebahagian atas sesuatu yang kita senangi, abai dengan hobi kita, abai dengan kenyamanan kita, abai dengan sesuatu yang kita cintai, abai dengan sesuatu yang mudah yang bisa kita kerjakan dengan senyuman. Kita terlalu berpikir berat : “Bagaimana nanti kata orang?”. Bukankah hidup ini adalah untuk kebahagiaan.

Iya,, ini tentang pilihan – pilihan besar yang harus kita putuskan. Memilih karena nama besar, memilih karena gengsi, memilih karena keren. Atau memilih dengan hati, memilih sesuai dengan yang kita sukai yang bisa kita nikmati dengan indah prosesnya? Kadang kita tidak peka merasa, bahwa lingkungan sudah menjajah hati kita. Atau bisa jadi kita terlalu mengabaikan.

Jelasnya, contohnya seperti ini : kita sangat tidak nyaman dengan pelajaran A, tapi kita memaksakan untuk masuk jurusan AB yang didalamnya penuh dengan pelajaran A tadi. Contoh lain : nggak peduli apa nanti yang akan dipelajari, yang penting saya mau masuk kampus Z (titik). Oke, mungkin dimuka sebelum kita mendalami lebih jauh tdak terasa apa – apa. Tapi semakin jauh baru akan terasa bagaiman “gejolaknya”. Bersyukurlah jika bisa menyesuaikan, tapi memilih tidak sesuai dengan kecintaan memiliki resiko lebih besar jika dibandingkan dengan pilihan yang sesuai dengan hati.
Ini tentang kita yang menjalani, ini tentang kita yang melakukan, ini tentang kita yang merasakan, ini tentang kita yang akan menempuh keseluruhan perjalanannya.Bukan orang lain yang merasakan prosesnya, ujung – ujung nya paling mentok, mereka hanya akan menjadi penonton dan komentator setia. Lalu apakah kita mau terseok – seok dengan urusan hati, urusan kemampuan? Ah, sudahlah.. berkata jujurlah pada hatimu sendiri. Kita memilih karena suka, kita memilih karena memang berbakat pada hal itu, kita memilih karena passion-nya di bidang itu atau karena yang lain?
Oleh karena itu saya menyarankan, pilihlah jurusan yang hendak kalian pilih itu sesuai dengan yang kalian sukai, sesuai dengan hobi, sesuai dengan passion. Berusahalah sekeras mungkin, pilihlah kampus yang kalian sukai. Jangan sampai menyesal dan terseok – seok akibat alasan salah jurusan. Libatkanlah hati kecil kita, jangan bohongi dia dengan kegengsian semu.
Jika ada keinginan dan kemauan kuat, memang ilmu tersebut dapat kita pelajari. Tapi kan terjadi perbedan antar yang nyaman dan tiiddak nyaman. Akan terjadi perbedaan kecepatan, akan terjadi bedanya lejitan – lejitan prestasi dan lainnya. Maka dari itu pilihlah sesuai dengan apa yang kamu mau, jadilah apa yang kamu mau.

Oke, contoh konkret-nya begini : kamu suka sesuatu yang berhubungan dengan binatang, bisa di bilang kamu penyayang binatang, pelajaran yang kamu suka adalah biologi dan kamu paling empet sama yang namanya fisika dan sodara – sodaranya yang berwujud angka. Tapi kamu memaksakan diri untuk masuk teknik (misal teknik mesin). Keren memang, tapi kamu merasa itu bukan kamu banget.Emang bisa enak buat ngejalaninnya?
Adalagi contoh : mbuh opo wae jurusane, asal aku iso mlebu kampus kuwi!

Baiklah cuap – cuap saya diatas adalah ocehan pencegahan terjadinya salah jurusan yang bisa berdampak pada kelangsungan studi kita dan dampak masa depan kita. Sekali lagi, libatkanlah hati, janan mekso  dan pastinya libatkanlah yang Maha Memiliki Hati.Tanyakan padanya jalan manakah yang mesti di tempuh? Jangan lupa juga komunikasikan segalanya dengan orang tua.
Dalam momen menyambut mahasiwa baru yang sebentar lagi di UGM akan dilaksankan pada bulan September, ataupun momen ospek seluruh universitas yang ada di Indonesia. Bersyukurlah... Namun jangan berbangga dengan berlebihan. Ingat, bukan kamu yang membuat namanya menjadi besar, tapi hasil kerja keras orang – orang sebelum kamu. Tanpa kamu pun, nama kampus itu tetap besar. Jangan berlebihan, karena jatuh dari tempt yang lebih tinggi sakitnya kan lebih dahsyat dibandingkan dengan yang jatuh dari tempat rendah. Jangan sembunyi dibalik nama besar kampuus!
Bukan berarti saya tidak bangga dengan UGM, saya bangga tapi saya tidak mau berlebihan. Saya mau mawas diri, tanpa saya pun kampus ini tetap dikenal. Lalu apa hak saya untuk lebay? :p Walau sekarang dan setelah lulus nanti insya Allah saya akan tetap mencintai kampus biru ini, berapa keping perjalanan jejaknya masih terceecer di kampus ini :D


Daan... bagaimana dengan orang yang sudah kadung nyemplung “salah jurusan”? Sebenarnya secara logika jurusan tidak boleh dipersalahkan. Lha wong kita yang sudah milih? Hehe.. Tidak ada pilihan lain selain lanjutkan sampai tuntas, atau pergi dengan apa yang kita suka (artinya mengulang dari awal). Kalu saran saya lebih baik bismillah kita selesaikan sampai tuntas! Mari kita buktikan. Meski mungkin terseok – seok. Carilah prestasi di sela – sela nya.. Tapi, kembalikan semuanya pada hati kita, orang lain hanyalh sebagai referensi. Hehe :)
HAMASAH^^ Allah bersama kita...






*Sumber gambar :
dari  risnawatiririn.wordpress.com , media.kompasiana.com , kacamatainspirasi.blogspot.com dan dari nggunross.blogspot.com


3 komentar:

  1. terimakasih banyak kak, sy jadi makin mantep baca ini. saya maba ugm 2014 dan mogamoga nggak salah jurusan hihi

    BalasHapus