Kamu tau, kamu adalah yang benar – benar aku tunggu. Membayangkanmu
adalah suatu kebahagiaan. Satu dua hari menunggu hingga terjumlah
menjadi minggu, minggu menjadi bulan. Aku menunggumu dengan tergesa –
gesa sehingga waktu terasa mudah sekali datang, namun sukar sekali untuk
beranjak. Cepat, namun nyatanya lama. Tapi itu dulu. Dulu ketika
harapan kuncup untuk segera dimekarkan saja. Ya, dulu. Beda dengan
sekarang.
Bukan salah kamu, bukan salah siapapun —Ah dusta,
buktinya aku masih saja menyalah – nyalahkan walau entah tepatnya kepada
siapa. Tapi, tolong bantulah aku untuk tidak menyesali kamu, menyesali
kamu yang akan datang esok karena sesuatu ataupun seseorang. Jangan buat
aku benci kepada siapapun. Bantu aku.
Teruntuk hari esok yang sempat menjadi mimpi indah. Mungkin aku yang
harus pergi sementara untuk menghindar—ah betapa pengecutnya. Tetap
bertemu denganmu namun dalam konsisi dan situasi yang lain. Bukan untuk
menatapmu. Aku tak pernah menyanggupi.
Besok, tetaplah kamu ada. Muncul bersama mentari dan kembali terbenam
yang akan digantikan rembulan. Entah panas terik, atau dingin hujan
rintik. Esok aku akan tetap bersaamu, namun dalam tempat yang berbeda.
Maaf, kamu terlalu menyilaukan.
Beberapa bulan lagi, aku akan kembali. Kembali menemuimu, menatapmu.
Aku berjanji. Menemuimu, bukan untuk melarikan diri. Bantulah aku,
dengan doamu. Agar esok – esok kedepan kita bisa segera bertemu dalam
satu ruang dan waktu.
Esok, sampaikan kepada mereka untuk tdak mengecewakan kamu dan aku.
Sampaikan juga bahwa inilah yang terbaik. Untuk esok, temuilah mereka
dalam kebahagiaan.
Jogja, menjelang 20 November 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar